7 Dampak Emosional dan Kesehatan Mental Cyberbullying yang Harus Kamu Ketahui

Featured Image

Dampak Emosional dan Kesehatan Mental dari Perundungan Siber pada Anak dan Remaja

Perundungan siber kini menjadi salah satu masalah serius yang dihadapi anak-anak dan remaja di era digital. Tekanan tidak hanya berasal dari lingkungan sekitar, tetapi juga dari dunia maya yang terus menghubungkan mereka. Berdasarkan riset, sekitar 32% anak yang menjadi korban perundungan siber mengalami setidaknya satu gejala stres. Namun, dampaknya tidak berhenti di situ saja. Banyak dari mereka merasa malu, terluka secara emosional, bahkan takut terhadap keselamatan diri sendiri.

Berikut ini adalah beberapa dampak emosional dan kesehatan mental yang bisa muncul akibat perundungan siber:

1. Isolasi Diri

Perundungan siber tidak hanya menyakitkan secara emosional, tetapi juga membuat anak merasa dikucilkan dari lingkungan sosialnya, terutama di sekolah. Akibatnya, mereka bisa merasa kesepian dan kehilangan dukungan teman yang sangat penting dalam masa tumbuh kembang. Orang tua sering menyarankan untuk mematikan ponsel atau komputer sebagai solusi cepat.

Padahal, bagi anak-anak, perangkat digital menjadi cara utama mereka berkomunikasi dan merasa terhubung. Memutus akses ini justru dapat memperparah rasa keterasingan. Daripada membatasi, lebih baik orang tua hadir dan mendengarkan. Pendampingan yang penuh empati bisa membantu anak merasa aman guna terbuka dan mengatasi dampaknya secara sehat.

2. Rasa Marah

Banyak korban perundungan siber yang merasakan amarah mendalam terhadap perlakuan yang mereka terima. Studi menyatakan bahwa kemarahan menjadi reaksi paling umum yang dialami anak-anak dan remaja usai menjadi sasaran cyberbullying, disusul oleh perasaan kesal dan cemas. Dalam beberapa kasus, kemarahan ini bisa berkembang menjadi keinginan untuk membalas dendam.

Sayangnya, ketika anak merespons perundungan dengan tindakan balasan, mereka justru berisiko terjebak dalam siklus pelaku dan korban yang sulit diputus. Inilah mengapa penting bagi orang tua dan pendamping untuk tidak mengabaikan tanda-tanda kemarahan berlebihan. Jika anak terlihat sangat emosional, mungkin ini saat yang tepat mengajak mereka berbicara dengan konselor atau terapis. Pendampingan profesional dapat membantu mereka menyalurkan kemarahan secara sehat bukan dengan kekerasan, tapi melalui cara-cara yang lebih produktif dan membangun kepercayaan diri.

3. Ketidakberdayaan

Menjadi korban perundungan siber dapat membuat remaja merasa terus-menerus terancam dan tidak aman. Berbeda dengan perundungan fisik, serangan daring bisa masuk ke ruang paling pribadi mereka seperti kamar tidur melalui ponsel atau komputer, kapan saja. Kondisi ini membuat mereka merasa tak punya tempat aman untuk berlindung.

Rasa tidak berdaya ini semakin kuat karena banyak pelaku cyberbullying bersembunyi di balik anonimitas. Ketidakpastian mengenai siapa yang menyakiti mereka mampu meningkatkan rasa takut dan cemas. Dalam beberapa kasus, pelakunya justru adalah orang yang mereka kenal, bahkan secara jelas menunjukkan identitasnya ketika melakukan perundungan.

4. Depresi dan Kecemasan

Perundungan siber bukan hanya masalah di dunia digital, dampaknya nyata dan bisa menghancurkan kesehatan mental korban. Banyak anak dan remaja yang menjadi target mengalami kecemasan, depresi, serta gangguan stres lainnya. Rasa bahagia dan puas yang dulu mereka rasakan bisa perlahan menghilang, digantikan oleh ketakutan, kesedihan, dan rasa terasing.

Seiring dengan paparan berulang terhadap cyberbullying, tekanan mental pun meningkat. Penelitian menunjukkan korelasi yang kuat antara perundungan siber dan gejala depresi yang memburuk. Bahkan, sebuah studi mengungkap bahwa 93% korban cyberbullying mengaku merasa sedih, tak berdaya, dan putus asa akibat pengalaman tersebut.

5. Rendah Diri

Cyberbullying tidak hanya meninggalkan luka emosional, namun juga bisa perlahan meruntuhkan kepercayaan diri korban. Anak-anak atau remaja yang menjadi sasaran biasanya mulai merasa tidak cukup baik, meragukan kemampuan diri, dan kehilangan penghargaan terhadap siapa mereka sebenarnya. Para ahli menduga, hal ini terjadi karena di usia muda, kebutuhan diterima dan merasa menjadi bagian dari kelompok sebaya sangatlah kuat.

Ketika mereka justru menjadi target perundungan, hal itu menciptakan ketidakseimbangan psikologis yang bisa menurunkan kesejahteraan dan pada akhirnya, membuat harga diri menurun drastis. Inilah mengapa penting bagi lingkungan sekitar supaya lebih peka dan mendukung pemulihan rasa percaya diri anak setelah mengalami perundungan daring.

6. Masalah Akademis

Menjadi korban perundungan siber bisa membuat anak kehilangan semangat belajar. Banyak yang mulai enggan pergi ke sekolah karena merasa malu, terhina, atau ingin menghindari pelaku yang juga ada di lingkungan sekolah. Tekanan emosional akibat pesan-pesan menyakitkan di dunia maya juga dapat mengganggu konsentrasi dan menurunkan prestasi.

Dalam kasus yang lebih serius, anak bisa kehilangan motivasi untuk melanjutkan pendidikan. Maka dari itu, peran orang tua dan guru sangat penting mengenali tanda-tanda ini sejak awal dan memberikan dukungan yang tepat.

7. Niat Menyakiti Diri Bahkan Bunuh Diri

Cyberbullying bisa meninggalkan dampak emosional yang begitu dalam hingga membuat korban menyakiti diri sendiri sebagai pelampiasan rasa sakit yang tak terlihat. Beberapa anak mungkin melukai atau membakar diri sebagai bentuk respons terhadap tekanan yang mereka rasakan. Lebih dari itu, perundungan siber juga dikaitkan dengan meningkatnya risiko pikiran untuk bunuh diri.

Ketika anak terus-menerus menjadi sasaran ejekan atau ancaman secara online, rasa putus asa mampu menguasai mereka hingga timbul keinginan untuk menyakiti diri atau bahkan mengakhiri hidup. Kesadaran dan dukungan emosional dari lingkungan sekitar sangat penting guna mencegah hal-hal ini terjadi.

Komentar

Disqus Comments