
Musim Kemarau: Tantangan Kesehatan yang Sering Diabaikan
Musim kemarau sering dianggap sebagai masa yang aman dan nyaman bagi masyarakat, terutama di kota-kota besar. Banyak orang berpikir bahwa musim ini bebas dari wabah penyakit seperti diare, disentri, atau leptospirosis. Bahkan, sebagian masyarakat menganggap musim kemarau sebagai waktu yang ideal untuk bermain dan berkumpul bersama keluarga, terutama bagi anak-anak.
Namun, realitasnya justru berbeda. Meski tidak ada banjir atau genangan air, musim kemarau juga menyimpan ancaman kesehatan yang sering kali luput dari perhatian. Data menunjukkan bahwa jumlah pasien yang datang ke Puskesmas selama musim kemarau justru meningkat. Fenomena ini mengejutkan, karena biasanya masyarakat mengira musim kemarau lebih aman dibandingkan musim hujan.
Di Provinsi Sulawesi Barat, Dinas Kesehatan mencatat adanya 2.839 kasus infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) hingga bulan Juni 2025. Angka ini tidak hanya terjadi di perkotaan, tetapi juga di daerah pedesaan. Di wilayah Lebak Banten, bahkan pihak dinas kesehatan mengeluarkan imbauan khusus agar masyarakat waspada terhadap ISPA dan diare selama musim kemarau.
Sebagai tenaga pendidik dan praktisi kesehatan masyarakat, saya pernah melakukan kunjungan ke beberapa Puskesmas di Jawa Tengah pada pertengahan Juli lalu. Di salah satu Puskesmas di Karanganyar, antrean pasien terlihat sangat padat. Mayoritas pasien mengeluhkan batuk, sakit tenggorokan, dan kelelahan. Beberapa orang tua membawa anak-anak yang mengalami diare, demam ringan, dan lemas akibat dehidrasi.
Menurut salah satu perawat, banyak masyarakat tidak menyadari tanda-tanda awal dehidrasi, terutama pada anak-anak dan lansia. Cuaca panas ekstrem yang terjadi selama musim kemarau mempercepat kehilangan cairan tubuh. Sayangnya, mekanisme haus pada lansia tidak sama dengan orang muda. Anak-anak pun cenderung lebih memilih minuman manis atau dingin, yang justru bisa memperparah kondisi dehidrasi jika tidak diimbangi dengan cukup air putih.
Selain itu, debu dan polusi udara tinggi juga menjadi faktor risiko. Lingkungan yang gersang dan ventilasi rumah yang buruk memperbesar kemungkinan penularan penyakit pernapasan. Kombinasi faktor ini menciptakan lingkaran penyakit yang berbahaya, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak dan lansia.
Studi terbaru tahun 2025 di Puskesmas Punggava Tompe, Kabupaten Donggala, menunjukkan bahwa kasus diare memiliki pola musiman yang jelas dan cenderung stabil tinggi sepanjang musim kemarau. Metode forecasting ARIMA digunakan dalam studi tersebut, dan hasilnya memproyeksikan lonjakan penyakit pencernaan akan terus terjadi jika tidak ada intervensi preventif yang tepat.
Musim kemarau, meski membawa suasana ceria, ternyata menyimpan risiko kesehatan yang serius. Namun, banyak orang justru mengendurkan kewaspadaan di periode ini. Liburan sekolah dan suasana santai sering membuat masyarakat menunda kunjungan ke fasilitas kesehatan, padahal gejala awal sudah muncul.
Pencegahan selalu lebih murah dan mudah daripada pengobatan. Oleh karena itu, langkah-langkah pencegahan harus diperkuat. Berikut beberapa hal yang dapat dilakukan:
- Edukasi publik harus digencarkan, terutama soal pentingnya asupan cairan. Minum air putih minimal 8 gelas sehari bukan sekadar slogan, tapi kebutuhan biologis yang vital.
- Peran Puskesmas harus lebih aktif, bukan hanya sebagai tempat pengobatan, tetapi juga sebagai pusat penyuluhan dan penjagaan kesehatan komunitas.
- Kesiapan keluarga dalam menjaga anggota keluarganya harus ditingkatkan. Ventilasi rumah harus dijaga baik agar sirkulasi udara tetap segar, masker bisa digunakan saat debu tinggi, dan makanan disiapkan secara bersih dan higienis.
- Pemantauan kesehatan lansia sangat penting, terutama tekanan darah dan gejala dehidrasi ringan.
Akhirnya, kita semua perlu memahami bahwa penyakit tidak mengenal musim apapun. Justru saat tubuh kita merasa baik-baik saja, di situlah potensi kelengahan terjadi. Musim kemarau memang membawa keceriaan, tetapi juga tantangan kesehatan tersendiri. Jangan sampai kita baru sadar ketika antrean panjang di ruang tunggu Puskesmas sudah menjadi bukti. Mari jadikan musim ini sebagai momentum untuk hidup lebih sehat, lebih sadar, dan lebih peduli.