
Hari Kelebihan Bumi: Tanda Peringatan untuk Kesejahteraan Planet
Pada tanggal 24 Juli, umat manusia telah menghabiskan seluruh sumber daya alam yang dapat dipulihkan oleh Bumi dalam satu tahun. Angka ini dihitung oleh Global Footprint Network, sebuah organisasi internasional yang berfokus pada keberlanjutan. Peristiwa ini dikenal sebagai Hari Kelebihan Bumi dan menunjukkan bahwa kita terlalu banyak mengonsumsi sumber daya alam dibandingkan dengan kemampuan planet untuk memulihkannya.
Perhitungan ini dilakukan bersama dengan Universitas York di Toronto, Kanada. Tahun ini, Hari Kelebihan Bumi terjadi sekitar satu minggu lebih awal dibandingkan tahun lalu. Hal ini disebabkan oleh data baru yang menunjukkan bahwa lautan dunia menyerap CO2 lebih sedikit dari yang sebelumnya diperkirakan. Ini menunjukkan bahwa tekanan terhadap lingkungan semakin meningkat.
Konsumsi Berlebihan yang Mengancam Lingkungan
Konsumsi sumber daya yang melebihi kapasitas Bumi memiliki dampak kumulatif. Meski kita tetap pada tingkat yang sama, beban utang ekologis akan terus bertambah. Beban ini bisa diukur melalui berbagai indikator seperti penggundulan hutan, hilangnya keanekaragaman hayati, dan peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer. Tren ini sudah dimulai sejak awal tahun 1970-an.
Mathis Wackernagel, salah satu pendiri Global Footprint Network, menyatakan bahwa penggunaan sumber daya yang berlebihan adalah penyebab utama banyak masalah lingkungan. "Kita terus-menerus mengonsumsi sumber daya lebih banyak dari yang bisa direproduksi secara alami oleh planet ini," katanya.
Negara-Negara dengan Jejak Ekologis Besar
Beberapa negara mencapai Hari Kelebihan Bumi lebih awal dibandingkan yang lain. Qatar, Luksemburg, dan Singapura adalah negara-negara pertama yang mencapai batas sumber daya mereka pada bulan Februari. Amerika Serikat juga mengikuti dekat di belakangnya. Jika semua orang di dunia mengonsumsi seperti warga AS, sumber daya akan habis pada 13 Maret. Sementara itu, untuk negara seperti Jerman dan Polandia, tanggal jatuh tempo adalah 3 Mei, dan untuk Cina dan Spanyol, tanggal tersebut adalah 23 Mei.
Negara-negara seperti Qatar sangat bergantung pada sistem pendingin udara yang ditenagai oleh energi fosil. Selain itu, mereka juga membutuhkan banyak energi untuk membuat air asin menjadi layak minum melalui pabrik desalinasi. Hal ini menyebabkan jejak ekologis yang besar.
Negara dengan Jejak Ekologis Rendah
Sebaliknya, beberapa negara masih berada dalam batas anggaran planet. Contohnya adalah India, Kenya, dan Nigeria. Agar tetap dalam batas tersebut, jejak ekologi global harus sesuai dengan biokapasitas per orang di Bumi, yang saat ini mencapai sekitar 1,5 hektare global.
Biokapasitas didefinisikan sebagai wilayah daratan dan lautan yang menyediakan sumber daya seperti makanan dan kayu, menampung infrastruktur perkotaan, dan menyerap kelebihan CO2. Jika melebihi biokapasitas, artinya kita mengonsumsi terlalu banyak sumber daya.
Solusi untuk Memperbaiki Situasi
Global Footprint Network telah mengidentifikasi lima bidang utama solusi untuk memundurkan Hari Kelebihan Bumi. Di antaranya adalah:
- Sektor Energi: Menetapkan harga emisi karbon yang mencerminkan biaya sebenarnya dari pencemaran dapat memundurkan hari tersebut hingga 63 hari.
- Kota Pintar: Sistem transportasi terintegrasi, manajemen energi canggih, dan penginderaan prediktif untuk mengatur penggunaan energi di gedung dapat memundurkan hari tersebut hingga 29 hari.
- Energi Terbarukan: Mengganti pembangkit listrik tenaga batu bara dan gas dengan energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, yang menghasilkan 75 persen listrik dari sumber rendah karbon, dapat menambah 26 hari lagi.
- Mengurangi Sampah Makanan: Mengurangi separuh sampah makanan akan menambah 13 hari dari tanggal saat ini.
- Konsumsi Daging: Mengganti separuh konsumsi daging global dengan alternatif nabati dapat menambah tujuh hari dalam penghematan karbon dan penggunaan lahan saja.
Perubahan Sistem yang Diperlukan
Paul Shrivastava, presiden Club of Rome, menekankan bahwa sudah waktunya untuk memikirkan kembali pemahaman kita tentang ekonomi. "Kita perlu beralih dari pola pikir ekonomi eksploitatif ke pola pikir regeneratif," ujarnya. Pertambangan dan ekstraksi minyak adalah contoh dari ekonomi eksploitatif karena setelah kita mengambil sumber daya dari dalam tanah, kita tidak memberikan apa pun kembali.
Wackernagel menekankan bahwa masalah ini bukan tentang apa yang harus kita korbankan, tetapi bagaimana kita dapat mempersiapkan masa depan dan apa yang akan bernilai bagi kita. Alih-alih mengadaptasi ekonomi untuk mengurangi kemacetan, kita justru mencoba memeras setiap tetes terakhir dari tabung pasta gigi.
Peran Masyarakat dalam Perubahan
Ada kepentingan pribadi dalam mempertahankan sistem saat ini, terutama terkait bahan bakar fosil. Namun, keputusan individu seperti mengurangi konsumsi daging, bersepeda alih-alih mobil, dan mengurangi jarak tempuh, berada di peringkat yang relatif rendah dalam daftar Kekuatan Kemungkinan. Meskipun begitu, para pemilih memiliki kekuatan untuk menuntut perubahan sistem.
"Meskipun kita tidak mengendalikan semua ini secara individu, kita dapat bersuara dan berbicara dengan orang-orang yang mampu," kata Shrivastava. Perubahan semacam itu akan terjadi melalui kekuatan rakyat.
Risiko Terbesar bagi Umankind
"Masalah kemacetan adalah risiko terbesar kedua bagi umat manusia dekade ini," pungkas Wackernagel. "Risiko terbesarnya adalah tidak merespons."